Jumat, 01 Juni 2012

Rangkuman Sosiologi (Edukasi-Narasi)

Share it Please


Malam itu aku terbangun di tengah malam, aku coba membuka tas sekolah dan kubuka buku sosiologiku. Belum sempat aku membacanya, aku sudah tertidur lelap. Sampai akhirnya aku bangun di pagi hari yang cerah.

Di pagi itu, aku langsung melakukan interaksi sosial dengan keluargaku, pagi itu aku mengobrol dengan adikku, dengan adanya kontak sosial secara langsung dan membicarakan tentang sekolahnya. Kadang kami melakukan sesuatu yang asosiatif sepeti membersihkan rumah bersama-sama, bahkan terkadang aku harus mengalah terhadap perilaku adik-adikku.

Walau sering kami bersaing untuk memperebutkan sesuatu yang berujung konflik atau pertikaian diantara kami.Bahkan kami pun saling melakukan tindakan kontravensi, seperti memfitnah, provokasi atau intimidasi. walaupun demikian, aku sebagai kakak selalu memberikan sugesti kepada mereka, bahkan mereka sering meniru perilakuku, baik secara imitasi maupun identifikasi yang perilaku mereka sama persis denganku.

Saat mereka mengalami kesulitan, aku selau bersimpati kepada mereka dengan memberikan motivasi atau dorongan kepada mereka. Saat mereka sedih, kadang aku merasakan juga kesadihannya atau merasa empati.

Pagi itu akau berangkat kesekolah pagi-pagi sekali, dengan niat untuk belajar sosiologi di sekolah, karena semalam aku tak sempat belajar karena tertidur nyenyak. Aku berjalan melewati rumah tetanggaku yang berjejer rapih, namun setiap keluarga memiliki pandangan yang berebeda-beda tentang perilaku yang baik dan benar. Karena nilai sosial adalah sesuatu yang dianggap benar di masyarakat dan setiap nilai berbeda-beda, namun kami semua berpegang pada norma yang sama. Karena norma sosial adalah petunjuk hidup yang berisi larangan dan perintah agar terwujudnya suatu nilai.

Aku jadi teringat dengan temanku si Budi yang diejek teman-temanku karena kentut sembarangan yang melanggar norma cara (usage), dan kulihat amir sahabatku sedang mencium tangan orang tuanya saat pergi dan telah menjadi norma kebiasaan (folkways).

Akhirnya aku sampai di depan gang, dan berniat untuk menunggu angkot. Aku lihat teman kecilku dulu, sekarang tidak bersekolah lagi. Sekarang ia memilih untuk menjadi anak punk. Enatah karena sosialisasi yang tidak sempurna yang diberikan oleh orang tuanya, atau karena sub-kebudayaan yang menyimpang karena pergaulan dengan teman-temannya.

Waktu kami masih kecil, kami sering menirukan (playstage) menjadi seorang polisi dan penjahat. Namun mengapa sekarang ia benar-bendar menjadi penjahat? Entah karena keluarga, sekolahnya dulu, kelompok pergaulannya, atau karena media massa. Setelah mulai dewasa, jalan kami ternyata berbeda, peranan lain yang dipilihnya sekarang

Sekarang aku menyebrang jalan dan bersiap naik angkot, di dalam angkot..aku masih teringat dengan teman kecilku itu. Soni namanya, entah mengapa ia memilih jalan itu. Karena yang kutahu, bila seseorang berperilaku menyimpang itu karena lingkunan pergaulan, kemiskinan, prestis, labelling, gangguan jiwa atau pengaruh dari media massa. Yang kutahu, dulu ia adalah anak yang baik, mungkin karena sosialisasi tidak sempurna yang menyebabkannya.
Sejenak kucoba melupakan soni sang preman kampong, angkot berjalan lambat dan sesekali berhenti mengangkut penumpang. Kemudian naiklah seorang bapak paruh baya yang duduk disampingku. dengan rileks ia duduk sambil membaca koran. Sempat aku mengintip untuk membaca beberapa berita, aku lihat headline berita pagi itu. Seseorang yang punya kelainan seksual dan memutilasi korbannya, terlalu banyak berita kriminal yang kubaca, dari mulai kasus vokalis yang memakai narkoba, pencurian, kejahatan kerah putih yang dilakukan kooperatif, serta tindakan asusila yang marak di mana-mana.

Aku sempat berpikir sejenak mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut, dalam benakku “ahh..mungkin ini karena pengendalian sosial yang kurang efektif dan belum dijalankan sepenuhnya..” Karena yang kutahu, pengendalian siosial itu berguna agar masyarakat mematuhi norma-norma yang ada, baik dengan kesadaran sendiri atau mungkin dengan paksaan.

Aku ingat ketika ibuku selalu berpesan kepadaku agar tidak membolos sekolah (preventif), namun karena aku tetap membolos uang jajanku kini berkurang (represif), itu adalah sifat pengendalian sosial. Banyak cara yang dilakukan dalam pengendalian sosial, di antaranya adalah dengan pakasaan. Contohnya adalah seperti maling yang dihakimi masa agar ia jera, atau dengan cara persuasif, yaitu bimbingan serta ajakan, seperti penyuluhan narkoba kepada masyarakat atau dalam keadaan terpaksa kita harus mengikuti aturan (compulsion). Seperti peraturan disekolah dan yang sering terjadi adalah dengan cara prevasion, seperti ibuku yang selalu menasihatiku setiap waktu dan berulang-ulang. Banyak lembaga yang dapat melakukan pengendalian sosial, seperti pengadilan, polisi, sekolah, bahkan kelurga kita sendiri..

Tak terasa kini aku sudah sampai di terminal, aku lekas turun dan membayar dengan uang bergambar patimura. Aku berjalan perlahan, karena kutahu hari masih sangat pagi. Aku berjalan melewati para pedagang pasar yang ada di sana, ada pedagang buah, sayur, ikan, dan sangat banyak untukku sebutkan, itulah perbedaan (diferensiasi) secara profesi.

Di antara orang yang hilir mudik, aku melihat oang yang berkulit putih, berambut keriting, dan berhidung mancung atau pesek,itulah deferensiasi berdasarkan ras. Di antara pedagang, kulihat ada yang memakai kopiah..oh, dia orang muslim, dan kulihat ada yang berkalung salib..oh..dia seorang kristiani..menurutku, itulah diferensiasi menurut agama. Pedagang yang bersuku batak itu bersuara keras, orang jawa di sebelahnya tampak lebih gemulai dan itulah diferensiasi menurut daerah asal. Bisa juga menurut suku bangsa atau etnis.

Setelah aku cukup lama berjalan di terminal, aku berhenti menunggu angkot yang akan mengantarku ke sekolah. Saat aku menunggu angkot, aku melihat seorang pengumpul barang bekas, alu disusul oleh seorang pemuda perlente yang berdandan rapi. Sangat kontras sekali pemandangan waktu itu. Seseorang dapat terlihat berbeda secara stratifikasi sosialnya, karena pemuda itu lebih kaya dari pemulung tadi, karena pemuda tadi ternyata lebih mempunyai kekuasaan atau pemuda itu adalah keturunan dari orang kaya sehingga hidupnya lebih baik dari si pemulung, dan mungkin karena tingkat pendidikan mereka yang jauh berbeda.

Tapi aku yakin, Si Pemulung tadi dapat melakukan mobilitas vertikal naik, karena masyarakat kita memakai pola stratifikasi terbuka, karena kita tak memakai pola tertutup yang dipakai di india yang disebabkan oleh kasta yang mereka anut.

Karena terlalu lama aku menunggu dan angkot tak kunjung tiba, aku berniat untuk membeli permen di sebuah toko klontong. saat aku membeli permen, aku lihat anak pemilik toko itu pergi ke sekolah. Iseng aku bertanya ia bersekolah di mana, dan kata bapak itu, anaknya sekolah di sekolah favorit di bogor. Ia ingin anaknya lebih sukses darinya, bapak itu berharap kelak anaknya kan menjadi seorang politisi yang membela rakyat, begitulah mobilitas naik dan antargenerasi yang kulihat.

Aku jadi ingat dengan tetanggaku Mas Narto, meski ayahnya dokter, ia hanya menjadi supir angkot padahal temanya yang seangkatan bisa menjadi direktur. Itulah contoh mobilitas vertikar turun dan contoh mobilitas intragenerasi.

Banyak cara atau saluran dalam mobilitas, seperti seorang abri yang kulihat kemarin sore, seorang politikus, pak ustadz yang berceramah kemarin malam. Sampai Si Surti yang tiba-tiba kaya karena kawin dengan pengusa.

Angkot berhenti di depanku, Aku bergegas naik agar cepat sampai di sekolah dengan harapan masih sempat untuk membuka-buka buku sosiologi yang masih belum sempat kubaca. Perlahan namun pasti, angkot berjalan menyusuri aspal hitam. Sang sopir menyapa sopir lain yang lewat dari arah berlawanan, aku tak mengerti dengan bahasa apa ia berkomunikasi. Setelah ku lihat sticker yang ada di mobil bertuliskan boru siampudan, barulah aku sadar kalo ia adalah orang medan/batak.Memang masyarakat yang hidup di perantauan memang hidup berkelompok.

Masih pagi, namun lalu lintas sudah macet. Di seberang jalan kulihat banyak anak sekolah yang sedang duduk (nongkrong-red) berjejer rapih memanjang. Mereka adalah kelompok sekolah, yang sangat membenci kelompok sekolah lain. Inilah yang terjadi di masyarakat majemuk, ada kelompok in-group yang membenci kelompok yang lain atau kelompok gemeinschaft yang bersifat kekal dan diikat oleh hubungan batin, sampai gesselschaft yang hanya karena kepentingan sementara.

Aku berpikir, semua itu terjadi karena perubahan sosial yang terjadi. Karena teman SMP-ku dulu, sekarang berubah karena pengaruh teman STM-nya. Semua bisa terjadi karena difusi atau penyebaran unsur-uns kebudayaan baik yang bersifat pemaksaan atau secara damai. Bahkan biasanya banyak masyarakat yang melakukan akulturasi, seperti temanku orang tionghoa, ia masih melakukan kebudayaannya. Atau seperti muslim kejawen yang melakukan sisitem asimilasi, dan masyarakat pendatang biasanya melakukan akomodasi atau penerimaan kebudayaan dari luar.

Kehidupan sekarang dengan kehidupan masa orde baru jelas sangat berbeda, sekarang semua serba bebas, tapi entah mengapa kebebasan itu kelewatan batas, bahkan para orang tua tak khawatir perawannya pulang malam dan sangat khawatir bila ayam kampung mereka belum pulang kandang. Sebuah paradoks kehidupan yang sangat nyata di pelupuk mata. Mungkin semua itu terjadi karena perubahan sosial yang terjadi. Dari perubahan yang berjalan lambat (evolusi) sampai yang berlangsung cepat (revolusi) yang berawal biasanya dari sebuah konflik.

Banyak perubahan yang tak direncanakan, biasanya perubahan yang tidak kita inginkan, seperti bencana alam dan kemiskinan dan biasanya bersifar regres atau mundur. bila yang direncanakan seperti pembangunan ekonomi dan sebagainya, dan bersifat progres atau maju. Namun banyak juga perubahan yang berorientasi kepada hal-hal yang negatif . Sebab-sebab eksternal perubahan karena adanya peperangan, kondisi alam, dan masuknya kebudayaan baru. Sementara faktor internalnya adalah karena jumlah penduduk, revolusi, konflik, dan penemuan baru.

Aku kaget karena terlalu banyak melamun dan ternyata aku telah sampai di tempat tujuan. Aku lekas turun dan memberikan dua lembar kertas bergambar patimura yang gagah dengan goloknya. Kulihat jam di hapeku, ternyata sudah siang. Aku bergegas dan naik ojek langganan. Motor melaju kencang, kontras sekali dengan angkot yang kutumpangi yang gemulai seperti keong sawah.

akhirnya aku sampai di gerbang dengan selamat, kuberikan melati berbentuk logam yang ku bungkus dengan sang patimura yang masih saja terlihat gagah dengan goloknya kepada tukang ojek. Inilah sekolahku, lembaga sosial yang memberikan ilmu kepadaku. Lembaga sosial itu bermacam-macam, ada lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga politik, dan lembaga keagamaan. Secara universal, fungsi lembaga-lembaga itu sama, yaitu memenuhi kebutuhan manusia..

Sadar atau tidak, kita sangat bergantung pada lembaga yang ada, di kelurga kita mendapatkan perhatian, kasih sayang selain untuk reproduksi tentunya (J). Lembaga yang lain pun sangat penting, salah satunya adalah lembaga agama. karena disitulah kita kan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.

Ternyata guru telah masuk kelas,.”aaahhh”, aku tak sempat membaca buku sosiologi, padahal besok akan ada tryout. Sebelumnya aku belajar matematika di jam pertama yang membuat otakku serasa di blender. Setelah itu pelajaran sosiologi, ternyata gurunya tidak masuk, kami hanya di beri tugas.

Aahhh..membosankan sekali, tugasnya adalah merangkum bab penelitian sosial..kata guruku di bab ini akan keluar di UN 4-5 soal. Karena memang aku malas untuk menulis rangkuman yang terlalu panjang, akhirnya hanya ini yang sempat kutulis di buku :
·         Rancangan penelitian adalah pokok2 perencanaan seluruh penelitian yang tertuang dalam suatu naskah secara ringkas, jelas dan utuh.
·         Manfaat rancangan penelitian; untuk memberikan pegangan dalam meneliti, menentukan batas2 penelitian, memberikan tahapan dan kesulitan2 dalam penelitian.
·         Isi rancangan penelitian ; latar belakang, rumusan maslah, tinjauan kepustakaan, hipotesa, dan metode penelitian..
·         Syarat-syarat topik: terjangkau oleh peneliti, penting dan menarik untuk diteliti, memiliki kegunaan praktis dan teoritis, di dukung data dan dana yang cukup..
·         Teknik-teknik sample: sampel acak(random), stratifikasi, rumpun/kelompok (cluster), purposif dan insidensial, serta bola salju..
·         Berdasrkan cara memperoleh data di bedakan : data primer=kita nyari sendiri, sekunder=dapet dari orang lain..
·         Berdasarkan sifat : kuantitatif= angka dan tabel atau grafik, kualitatif= deskripsi..
·         Teknik-teknik pngumpulan data ; observasi, wawancara, angket/kuesioner, dan tes..

Karena sudah terlalu malas, aku mengakhiri merangkumku dengan membaca hamdalah..Alhamduliillah.. J

Semoga berguna bagi yang membaca dan gak usah belajar lagi..

(ditulis oleh Mujahiddi Al Faruqul Adzim sebelum UN tahun 2010, kini Alhamdulillah peulis sedag berkuliah di Uiversitas Indonesia, FIB, Program Studi Indoesia / Sastra Indoesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author