Jumat, 21 September 2012

Secangkir Kopi dengan Sendok Teh



secangkir kopi dengan sendok teh
saat halilintar menghujam badai
jiwa bergetar, tatapan landai

secangkir kopi dengan sendok teh
tentang dilema cinta, dilema hidup, dilema uang, dilema pilihan, dilema kepercayaan dan dilema kemunafikan.

secangkir kopi dengan sendok teh
mencoba berlayar di padang pasir
menunggangi unta di tengah samudera
melepaskan ikan di angkasa raya
menerbangkan burung di dalamnya samudera

secangkir kopi dengan sendok teh
icip kembali ditaruh kembali
masih risau dengan kehidupan, risau dengan keluarga, risau dengan nasib, dan risau dengan secangkir kopi dengan sendok teh

secangkir kopi dengan sendok teh
dilema dan risau semakin menyesakan dada
dan semakin kacau dengan acuhnya langit.atau mungkin aku yang mengacuhkannya..?!

secangkir kopi dengan sendok teh
ilema dan risau itu kini berubah menjadi takut
tentang malaikat, tentang azab, tentang sekarat, tentang iman, tentang akhirat.dan tentang semua yang menjadi tentang.

secangkir kopi dengan sendok teh
kini aku pun semakin bingung
dihadapanku secangkir kopi
namun sendok tak ubah nama menjadi sendok kopi

yang ku tahu ini bukan secangkit teh dengan sendok kopi.

tapi secangkir kopi dengan sendok teh.(yang membuatku bingung, risau, dilema dan takut)
Continue Reading...

Senin, 10 September 2012

Ayah, Kita Jalan Kaki Saja!



Cerita ini bermula ketika seorang pemuda yang sedang memandang langit. Entah mengapa banyak cerita yang dimulai ketika mata betemu pandang dengan awan, atau dengan mentari, dan terkadang dengan gelap langit malam. Sebuah pergulatan batin, konflik pribadi yang menuntut ketegasan sikap, mungkin hal tersebut paling sering menjadi plot sebuh cerita. Begitu pula dengan cerita ini.
***                                                                                               
Mata yang nanar masih lebar terbuka, pupil mengecil lantaran cahaya begitu tajam menembus retina. Aku, pemuda tanggung yang tak jelas sebagai apa dan punya guna apa. Masih terpekur.
“Selamat ya, akhirnya”, kata mereka sambil menyimpulkan senyum.

Dan aku masih terpekur. Tolol! Kini bulan penghujan, atau kita bilang saja ini semester genap. Aku terpelajar, ya, sangat terpelajar melebihi pelajar yang lain. Mereka menempuh pendidikan dasar 6 tahun. Aku juga. Mereka menempuh jenjang tengah pertama 3 tahun. Begitu pula aku. Mereka habiskan 3 tahun untuk tingkat menengah atas. Aku sama saja.

Namun aku beda! Aku seorang mahasiswa. Siswa yang jumawa dengan ke-maha-annya, sampai-sampai betah menghabiskan 11 semester di masa kuliahku. Mungkin kalian sedikit bergumam dan berkata: mahasiswa dungu! Aku tak peduli, karena kalian pun tak pernah peduli. Cukup tersenyum sedikit menundukan kepala, aku tetap merasa jumawa.
Continue Reading...

Minggu, 09 September 2012

Sebuah Kesimpulan



Kemarin aku berjalan melewati sebuah langit temaram. Meniti sebuah jalan setapak yang dari kejauhan tampak begitu suram. Tanpa hiasan bulan yang tergantung di langit, juga tanpa gemintang dengan kerlipan. Heningnya buat diksi sunyi menjadi sinonim untuk lukiskan pada malam yang hitam.

Kemarin lusanya ada yang mengantung, bergelayut, mengganggu di benak. Mengoyak pikiran dan mengacak setiap runutan edaran oksigen yang dipompakan jantung. Aku bergidik.

Lalu  kucoba susun setiap huruf demi huruf menjadi sebuah kata berbentuk tanya. Problema dalam cita cinta berdesir dalam setiap hela. Ada yang kembali mengganggu, seperti urutan kata ‘g’ dalam rangkaian kata ‘ganggu’ yang sepintas begitu menggangguku. Ah.
Continue Reading...

Senin, 27 Agustus 2012

Berharap Pada Hujan



Tanah kering merekah disiram panasnya sengatan matahari siang itu, pepohonan enggan bergoyang karena sang angin belum kunjung datang. Tinggallah seorang bocah lusuh dengan peluh yang tetesnya tak mampu buat suasana syahdu. Ditemani sebungkus air es untuk sejenak hilangkan cekikan di tenggorokan.

Lebaran masih lama, terlalu utopis untuk harapkan keajaiban datang seperti iklan di tv yang mempesona. Juga jangan harapkan menang lotre, karena Pak Ustadz peringati bahwa haram uang yang didapati. Bocah lusuh berjalan tenang, tujuannya jelas: hilangkan penat atau ringankan beban. Tiga minggu lagi bulan Ramadhan, teman sebaya dipengajian semua sumringah, hanya bibirnya saja yang tak ada senyum merekah.

***

Monolog menjadi kebiasaan sejak kemarin. Kata Hana, teman baiknya, Bocah Lusuh itu jadi agak gila. Kemarin pagi ia berujar sambil mengacung-acungkan tangan ke langit, “Wahai langit biru, kapankah engkau berubah kelabu..coba siramkan air cintamu padaku!”

Dan siang ini, di tengah derasnya siraman matahari yang menusuk kulit, ia berucap, “Mana lagi hujan datang? Sudah bosankah ia sehingga tak pulang-pulang? Aku datang tapi mengapa engkau diam?”
Continue Reading...

Sabtu, 25 Agustus 2012

Bagian Tergelap



Ada yang tersiram ada yang terhunus kelam. Pada suatu kisah mengenai peraduan seorang insan yang berjalan. Dari ufuk dihadapkan raut wajah yang cerah. Namun dibalik sisinya ada gelap yang menyergap. Kadang kala sinar datang dari atas, buat teras semua. Tapi murka tetaplah saja, karena sisi gelap tetaplah ada.

Kemudian berjalan memunggungi surya. Sisi gelap semakin jelas menghitam. Tepat di hadapan, di depan sosok nestapa seorang pandir hina. Dipujanya sinar terang yang hangat. Tapi ada bagian gelep yang lupa disengat.
Continue Reading...

Cerita Kini, Kemarin, dan Esok Hari



Masih adakah yang tidak suka dengan cerita? Entah itu bercerita, atau mendengarkan cerita. Atau apaun asal masih sinonim dari cerita; dongeng, kisah, dan lain sebagainya. Tampaknya pertanyaan tersebut terlalu retoris. Sadar tidak sadar kita beraktivitas tak akan pernah lepas dari bercerita.

Ada seorang anak yang sedang curhat dengan temannya, bercerita mengenai kucingnya yang mati. Ada sekumpulan ibu-ibu sedang riuh dengan gosip mengenai artis dan skandalnya. Ada presenter berita yang sedang mewartakan bahwa ada kebakaran yang semalam melanda. Ada seorang ustadz yang ceramah dengan kisah para nabi. Dan ada seorang tersangka yang sedang membual di depan jaksa dan hakim.
Lalu, masihkah kita akan berkata. “Maaf, saya tidak suka cerita!’—Omong kosong!
Continue Reading...

Rabu, 22 Agustus 2012

Membunuh Waktu



Tidak ada lonceng jam, yang ada adalah alarm dengan aneka dering. Jangan pula berharap ada seekor burung yang keluar dari jam dinding seperti di film kartun dan berbunyi: Kikuuk…kikuuuuk.
Waktu begitu cepat berlalu, itu yang dirasakan seorang yang sibuk dengan berbagai aktivitasnya. Namun terkadang waktu serasa berjalan begituuuuuuu laaaaammmmbaaaaaaaaatt, sampai-sampai sati detik serasa jarum yang menusuk kulit. Padahal waktu yang ditempuh sama. Sama-sama 24 Jam. Waktu begitu cepat rasanya saat bermain game atau berselancar di dunia maya. Tapi serasa dikerumuni ribuan lalat seperti busuk dimakan waktu saat menunggu sesuatu, apalagi sesuatu yang ditunggu, terlebih yang tak pasti.
Continue Reading...

Senin, 16 Juli 2012

Belajar Dari Kekalahan



Dengan cinta-Mu aku berharap akan Jannah. Dengan rahmat-Mu aku berharap akan bahagia. Dengan lantunan kalam-Mu aku berharap pada syafaat selamat. 

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (Q.S. Ali Imron: 139-141)

Subhanallah, Maha Suci Allah dengan segala keMahaannya. Terkadang kita luput dari apa yang telah difirmankanNya. Padahal Allah telah memberikan segala peringatan dan balasan akan segala hal, namun karena begitu lemahnya kita, kita sampai lupa dengan apa yang dijanjikannya.
Continue Reading...

Sabtu, 07 Juli 2012

Surat Untuk Ayah



Teruntai salam hormat beriring salam kesejahteraan yang Ananda haturkan.
Semoga selalu berada dalam naungan kasih Tuhan yang Mahamelindungi.
Dan Ananda samprkan sepucuk guratan kehidupan yang akan Ananda ceritakan, untuk Ayahandaku.

Sebelum aku banyak berkeluh kesah, sebelum Ayahanda semakin geram dengan lakuku. Ananda ingin menyakan kabar ibunda. Baik-baikah ia di sana? Bagaimana dengan si Bungsu, sudah sejauh mana racauannya? Dan, apakah engkau masih gigih berharap tentang aku ini? Ayahandaku, Ananda baik-baik saja di sini, di negeri perantauan yang kejam ini. Tak perlu Ayahanda pikirkan tentang sisi dunia ini. Ananda hanya minta agar selalu didoakan agar tak tergerus kejamnya hedonis, tak terkoyaknya iman karena fantasi semu, tak terjerembab dalam dunia maksiat.

Sesekali memang Ananda hanyut, namun sekuat daya pula Ananda berusaha bangun sadar. Sesekali Ananda tenggelam, dan sekuat tenanga pula Ananda coba untuk melawan arus hidup. Di perantauan ini Ananda belajar kehidupan, tentang air keruh yang tak jelas manis atau asinnya. Jalanan memang keras, titiannya ternyata bertabur kerikil dan onak yang tersebar dan sengaja disebar. Seperti cepatnya kereta yang mengancam nurani, seperti lambatnya bus kota yang mengancam waktu, sepeti angkuhnya gedung tinggi yang mendenguskan kesombangan dalam jiwa.
Continue Reading...

Minggu, 01 Juli 2012

Untuk Diriku Sendiri



Suatu kali matahari bersinar terik. Tetesan peluh mengalir sedikit demi sedikit melewati dahi, alis, pipi, dan kemudian jatuh ke bumi. Panasnya memang tak seberapa, memang tak mampu membuat telor menjadi setengah matang. Tapi tetap saja, peluh masih juga keluar meski raga tak bergerak banyak. Tapi teriknya matahari pun tak selalu menyiksa, biasanya ada semilir angin halus yang mengelap dahi, alis, dan pipi dari peluh yang jatuh.
***
Continue Reading...

Rabu, 27 Juni 2012

Pada Suatu Masa



Pernahkah kita merasa sebagai manusia paling beruntung di dunia, di tengah segala masalah yang menghantam nurani silih berganti. Dengan rejeki dan karunia yang di berikan oleh Allah secara cuma-cuma meski penghambaan diri pada Rabbi masih jauh dari konsisiten diri. Ingatkah dahlulu kita masih belum begitu mengenal apa itu Islam, meskipun terlahir sebagai seorang muslim dari keluarga muslim. Sampai saat ada titik balik di mana fajar mulai menyingsing dari gulitanya malam yang begitu asing.
Continue Reading...

Senin, 25 Juni 2012

Ada Masalah?



Di suatu siang yang syahdu dan panas (gak nyambung), gw berangkat ke Mesjid UI dengan niat mau ngasih fotokopi KTP buat entar naek. Tumben waktu itu di parkiran motor ada beberapa polisi. Jujur boy, gw sempet seerr juga tuh, maklum gw belom punya SIM. Tapi untungnya, gw gak diapa-apain, mungkin karena tadi pagi gw buang sampah di tempat sampah kali ya. Atau mungkin karena tadi pagi gw baca al-Waqiah.

Setiap sabtu minggu Mesjid UI emang nyedian tenda buat lapak pedagang kaki lima. Dengan niat tulus ikhlas untuk memberi makan cacing di perut, gw putuskan untuk membeli batagor. Makanan gw harus variatif boy, kemaren-kemaren gw makan siomay, maka gw sekarang memutuskan untuk makan batagor. Variatif kan? Gw ambil imam bonjol dari sarangnya. Tanpa mendehem gw berkata, “Bu, batagor dong 3 ribu.” Si ibu balik menjawab, “Dibungkus apa di piring?”. “Dibungkus ajah.” Kata gw mantap.

Si ibu dengan tangan yang terampil mulai memotong-motong batagor yang gw pesen. Mata gw sangat awas melihat ‘berapa jumlah yang akan diberikan batagor oleh si Ibu’. Dan ternyata 6! Bibir gw tersenyum sungging, karena gw pikir harganya sama kaya di deket kostan. Oke, si Ibu sekarang mulai memasukkan satu persatu, dibubuhi dengan sambel kacang dan ‘saos sehat’. Dan si ibu tanpa tersenyum memberikan pada gw.

Gw terima dengan hari redo bin ikhlas. Sambil ngarep nunggu kembalian. Perlu diperhatikan! Tadi gw mesen batagor 3 ribu boy, dan gw sedang menunggu kembalian 2 ribu. Sebenernya gw pengen teriak, ibu kembalikan pangeran antasari gw. Tapi niat itu gw urungkan. Gw duduk di bangku yang tersedia, berharap si ibu itu berbalik badan sambil tersenyum dan berkata, dek ini kembaliannya. Tapi sayang semua itu utopis. Hayalan belaka!
Continue Reading...

Minggu, 24 Juni 2012

Surat Untuk Ibunda


Terhantar segala bentuk kasih Ananda dalam balutan cinta untuk Bunda di sana. Semoga Bunda sehat adanya dan tak kurang kuasa dalam menghadapi problema dunia.
Semoga sehat raga dan jiwa selalu hinggap menyertai dan tak bosan menemani. Terlampir hangat rindu ananda dalam tangis malam.

Ada yang ingin Ananda tanya pada Bunda mengenai sosok wanita, sebenarnya Ananda malu untuk bertanya demikian tentang ini pada Bunda. Bukan prahara cinta, bukan Bunda, Ananda masih terlalu hijau untuk bercakap panjang tentang hal demikian.

Ada yang Ananda risaukan, dan ganggu pikiran Ananda sejak lusa kemarin matahari terbit. Apakah sama Bunda, wanita era  kartini dengan wanita era digital ini?
Continue Reading...

Rabu, 20 Juni 2012

NOKTURNAL



Nokturnal
Gonggongan anjing malam
Salak menyalak hening dalam
Ringkikan jangkrik merintih riang
Kelelawar menebar di gelap malam

Deru mesin pacu adrenalin
Godaan pelacur di malam dingin
Penjaja malam tunggu pelanggan
Habiskan malam tuk lupakan terang siang

Penunggu warnet, tukang skoteng, pelacur jalanan, binatang malam, pengamen jalanan, penjual obat kuat, tukang nasi goreng, tukang bubur madura, pekerja lembur, indomaret 24 jam, ketoprak malam,supir bus malam,
Ramai-ramai meramaikan malam

Continue Reading...

Senin, 18 Juni 2012

Bagaimanapun Aku Membutuhkanmu


Di malam yang dingin aku berjalan, menyeret kedua kakiku perlahan. Ditemani riuh suara knalpot bising yang buat kepala semakin pening. Aku berjalan di antara ribuan khawatir, rindu, dan gemuruh kalut pada hati setiap pejalan kaki. Aku menerawang, menghimpit segala rasa yang tengah ada.

Jarum jam menusuk pada angka delapan. Aku menunggu seseorang. Orang yang tak asing, orang yang sudah lebih dari dua tahun menemani setiap sungging senyum dan haru air mataku. Katanya ia mau menungguku di tepian jalan, di mana belukar kendaraan tak pernah acuh dengan keadaan. Tadi pagi ia pun mengantarku pergi, dan sudah selayaknya ia menjemputku saat aku pulang kini. Aku rindu padanya, rindu lesung pipinya, walaupun hanya ada di sebelang pipi kanannya. Aku rindu tentang sebuah rasa asa saat bersamanya, yang dulu.

Sudah lebih dari sepuluh menit aku menunggu, berdiri terpaku dengan agak kelu. Aku coba hilangkan bosan yang mengancam. Player musik Handphone dan Headset kupasang dan melekat di kedua telingaku. Sejurus kemudian musik mengalun sendu, memori saat dahulu menyeruak ke dalam kalbu. Dua puluh menit dari jam delapan. Lalu lintas tak jua kunjung lengang. Polantas bekerja meniup-niup peluit seperti wasit di tengah jalan yang sempit.

Pukul delapan lebih dua puluh lima menit. Palyer musik dan headset sudah kulepaskan, dan aku masih menunggu di tepian jalan. Apakah ia akan hadir. Seseorang yang telah berjanji setia kepadaku, apakah ia melanggar janji kecil tadi pagi untuk menjemputku malam ini? Aku mulai khawatir.
Continue Reading...

Rabu, 13 Juni 2012

Titip Rindu ( yang pernah kusampirkan di riak awan)


Aku bingung dengan permulaan. Kata para ‘penyembah’ siang, matahari itu awalnya, permulaannya, di mana dunia mulai membuka mata. Kata para  ‘penyembah’ malam, surya tenggelam itulah permulaan, di mana setiap lirih menjadi begitu terang.
***
Aku mulai mengenalnya, dengan segaris senyum simpul khas nan mempesona. Itu aku yang tersenyum, bukan dia. Dengan warna baju hitam serta air muka yang dicerah-cerahkan. Itu juga aku, bukan dia. Hari itu memang kelabu, pas saat warna baju hitam yang kukenakan. Tapi itu bukan karena ada yang haru, karena haru seharusnya biru.

Diam-diam, ia balik tersenyum. Lalu kuperhatikan lagi, apa itu tulus, atau ada niat lain di balik senyum. Ah, jangan-jangan kelu.

“Mau ke mana? Hei...”

“Bukan urusan!”

Aku berjalan mendekat, semakin dekat. Dan engkau? Jauh, dan semakin menjau. Aku hanya terpekur pana sambil—lagi-lagi—tersenyum simpul. Hari itu berlalu, aku tak berniat untuk mendekatinya aku tak berniat mengusiknya, sungguh. Aku hanya ingin berada pada atmosfer yang berbeda, saat dua kutub berbeda namun sama rasa, maka bertemulah. Sungguh aku pun tak ingin, namun ini alami, sudah kehendak alam menggerakkan.
***
Continue Reading...

Selasa, 12 Juni 2012

Si Buyung (Cerpen-Pendek)




Ini akhir pekan,begitu singkat.
Ada anak ingusan memegang Koran, bukan pembaca, ia penjual. Langit semakin padam, cahayanya redup bagai lilin habis sumbu. Sebentar kemudian, fuhh..angin bertiup, langit gelap.
Bangau pulang sarang, habis lelah mencari sekawanan cere. Jalanan tak pernah terlelap.

Magrib, tak pernah lengang meski azan terdengar terang.
“Nak, habis kemana saja kau seharian?”
“Habis mengabiskan uang ibu..”
Continue Reading...

Senin, 11 Juni 2012

Ini Sepakbola, Bung..!!! (Part II)


Pertandingan dilanjutkan, setelah kemarin comercial break (loh, emang ada??). kembali ke lapangan ,Bung.

Yayank masih membawa bola dari pinggir lapangan, dan dari belakang Pi'i lari menuju gawang bersiap menerima umpan dari Yayank, bola kini dioper ke tengah. Umpan silang telah dilakukan, dan diterima dengan baik oleh Emank dengan dadanya. ia melihat ke arah gawang namun ternyata bola di oper ka Sapi'i yang siap menembak. Sapi'i menembak daaaaannn.

Aaahhhh..ternyata Pi'i terpeleset, kini bola di kuasai tim lawan. Si Kurus melakukan umpan jauh, kini bola di kaki si Kriting yang lincah. Serangan balik terjadi hanya tinggal tersisa gareng di belakang karena Pi'i dan Yayank terlah maju ke depan. Kriting mendekati Gareng, apa yang terjadi, Gareng malah mengindar karena ketakutan. Bodoh sekali. Kini hanya tinggal berhadapan dengan Alpin, bola diarahkan ke pojok kanan atas daaaaannn...goooollll...mereka tertinggal 3-1 kali ini.

"Ahhh..sialan!!  Aturan luh tadi oper ke guah..!!" Kata Emank kesal.

"Sori-sori, guah kepleset..!" Pi'i meminta maaf.  "Eh, Ronaldo gagal..tolol luh..malah kabur..jangan maen luh ahh, ngeribedin doangan luh.!!" Kata Alpin mulai bawel. Gareng hanya tertunduk lesu meratapi kecerdasaanya.

"Ehh..luh maen..!" Kata Pi'i sambil menunjuk ke arah anak kecil yang daritadi hanya diam. Gareng keluar lapangan dengan perasaan lega karena ia berfikir kakinya tak akan memar atau patah. Dan anak kecil itu masih saja diam saat berada di lapangan.

"Luh maen di tengah yak..oper bolanya ke Pedoy ato ke Emank, kalo susah oper kebelakang" Kata Pi'i memberi tahu, dan anak kecil itu hanya menganguk saja tanpa berkata-kata.

Pertandingan dimulai lagi. Bola berada di tengah dan dioper oleh Pedoy ke Emank. Emank mencoba membawa sendirian ke depan. "Wooyy..maennya jangan maruk..!" Kata alpin mulai kumat bawelnya. Maka Emank pun mengoper ke anak kecil yang berlari di belakangnya. kini bola di kuasai oleh Anak Kecil, ia berhasil mengecoh si Kriting. Dan saat berhadapan dengan si Gempal. Ia langsung memberikan umpan terobosan kepada Yayank yang berada di pinggir lapangan. Yayank berlari di sisi lapangan dan si Gempal mengejar. Si Gempal melakukan sleding. Dan kali ini sukses mengenai tulang kering dari Yayank.
Continue Reading...

Minggu, 10 Juni 2012

Ini Sepakbola, Bung..!!!



Jingga mewarnai langit sore itu, awan kelabu hinggap dan pergi, bangau terbang berlalu pelan. Sekumpulan anak laki-laki berusia tidak lebih dari sepuluh tahun berkumpul riuh saling memandang. Sambil bercengkrama menunggu kawannya yang belum dating. Anak kecil itu menghampiri kawannya dengan benda bulat yang ditaruh diantara ketiaknya. Sambil tertawa Ia berkata , "Woy, ayo dah maen..katanya mau ngadu??"

serentak mereka semua berdiri tegap, seperti prajurit kecil yang siap diberi komando.
"Et daahhh..lama luh, buruan bangun..!!!" Yang paling besar diantara mereka bekata pada kawannya yang masih saja asik duduk menghisap es mambo.

Jumlah mereka memang tak begitu banyak, hanya delapan orang, cukup untuk menghabiskan semua buah jambu yang ada di pohon. sekarang mereka ingin melakukan sesuatu yang sangat suci dan sakral bagi mereka, yaitu mengalahkan anak lain yang tinggal di seberang jalan raya.

"Keng, luh bawa tas gak? masukin nih aer minum" Kata Sapi'i yang kepada bongkeng yang sibuk mengelap ingus dengan lengan bajunya. Sapi'i yang selalu dipanggil pi'i ini adalah anak bertubuh paling besar dan legam warna kulitnya, dan Ia anak paling ditakuti. Sedangkan bongkeng adalah anak periang yang selalu sibuk dengan ingusnya. Nama sebenarnya dari bongkeng adalah Arif Maulana, namun entah mengapa Ia lebih masyhur dengan nama bongkeng.

Sedangkan anak kecil yang daritadi hanya diam, terus saja memegangi bola yang seukuran kepalanya. Maklum saja bola itu adalah pemberian ayahnya, dan di kelompok itu hanya Ia yang mempunyai bola sepak.
Gerombola bocah itu akhirnya bergegas berjalan menuju lapangan kampung sebelah yang terletak di seberang jalan. Lengkap dengan tas yang berisi botol air minum satu liter, bekas minuman bersoda. Serta bola yang mirip dengan bakso rebus yang biasa dipanggil cilok. Dalam perjalanan mereka bercanda ria penuh tawa, bahkan pi'i yang terlihat sangar masih bisa memamerkan gigi putihnya yang kontras dengan warna tubuhnya.
Continue Reading...

Rabu, 06 Juni 2012

Idealisme



Aku dewasa bukan karena masalah.
tapi karena aku mau berubah
aku  tak belajar dari orang lain
tapi aku belajar dari pengalaman orang tersebut dan yang kualami

aku sukses bukan karena kemampuan
tapi karena usaha dan ketentuan tuhan
aku meyakini sesuatu bukan dari yang orang katakan
tapi dari apa yang aku rasakan

aku atk melihat hidup dari satu sisi
karena aku yakin kehidupan itu tak datar
aku berjalan bukan dengan kaki
tapi dengan tujuan dan landasan hakiki

aku bukan orang yg mengejar dunìa
karena dengan akhirat diraih duna kan mengikutì
aku hidup bukan karena udar
Aku hidup karena harus ada kusembah
Allah pemilik semesta
Continue Reading...

Selasa, 05 Juni 2012

Syair Ini Itu


ini tuh itu
itu tuh ini

kalau saja tak ini
nanti bisa itu
kalau itu saja
bisa jadi lebih ini

ihh..itunya itu
Continue Reading...

Dia Bukan Ibuku!



Dia Bukan Ibuku
Pagi-pagi aku keluar rumah untuk membeli sarapan, kulihat ibuku sedang menjemur pakaian. Setelah beberapa menit berjalan, aku sampai di pertigaan jalan. Aku melihat sosok itu. Tingginya tak lebih tinggi dariku, ia mengenakan kerudung putih panjang. Atasannya batikPGRI  berwarna biru, sedangkan bawahannya rok hitam panjang. Ia berjalan perlahan, tak begitu cepat. Tangan kanannya menjinjing tas hitam, persis seperti tas ibuku. 
Continue Reading...

Jumat, 01 Juni 2012

Rangkuman Sosiologi (Edukasi-Narasi)



Malam itu aku terbangun di tengah malam, aku coba membuka tas sekolah dan kubuka buku sosiologiku. Belum sempat aku membacanya, aku sudah tertidur lelap. Sampai akhirnya aku bangun di pagi hari yang cerah.

Di pagi itu, aku langsung melakukan interaksi sosial dengan keluargaku, pagi itu aku mengobrol dengan adikku, dengan adanya kontak sosial secara langsung dan membicarakan tentang sekolahnya. Kadang kami melakukan sesuatu yang asosiatif sepeti membersihkan rumah bersama-sama, bahkan terkadang aku harus mengalah terhadap perilaku adik-adikku.

Walau sering kami bersaing untuk memperebutkan sesuatu yang berujung konflik atau pertikaian diantara kami.Bahkan kami pun saling melakukan tindakan kontravensi, seperti memfitnah, provokasi atau intimidasi. walaupun demikian, aku sebagai kakak selalu memberikan sugesti kepada mereka, bahkan mereka sering meniru perilakuku, baik secara imitasi maupun identifikasi yang perilaku mereka sama persis denganku.
Continue Reading...

Rabu, 30 Mei 2012

Syair Tukang Kebun



Mawar tersenyum nyinyir pada sang surya
Sedang ilalang asik berjingkat-jingkat kiri dan kanan

Ini syair sedarhana, kawan
Tentang tukang kebun dan problema

Sepetak tanah, di depan halaman
Berarak belukar dengan segala sampahnya
Aduh, tukang kebun datang
Tapi senja keburu temaram
Continue Reading...

Selasa, 29 Mei 2012

Bulan kelima: Saat Bulan Purnama Merekah Sempurna



Sembilan belas tahun yang lalu aku tak sempat mengingat segala peristiwa yang terjadi, bukan tak bisa, namun aku belum diizinkan pada waktu itu. Karena aku tak ingat, maka aku takkan memaksa untuk mengingatnya, atau meminum berbagai jenis vitamin perangsang ingatan—untuk meningatnya. Aku hanya ingat saat ini.
Kristal air jatuh hasil dari kondensasi tadi siang, dilepas perlahan ditemaram malam yang tenang. Tak berkilauan karena purnama redup riap terhalang awan yang juga tak kelihatan. Ada sesuatu, ada yag meratap, ada yang menyelinap dari sanubari hati sampai buncah di haribaan. Seorang anak muda lusuh berharap luka terhapuskan oleh hujan.
Continue Reading...

Minggu, 27 Mei 2012

Kala Senja



Sebuah problema mengalun perlahan dalam desir aliran darah, melepaskan peluh hasil dari ekskresi tapal batas kejumudan. Debu yang menderu tak cukup redakan segala problematika yang semakin panas membakar hari. Sebuah rekayasa pemikiran menjadi acuan dalam bertingkah dan mengatur setiap derap langkah.
Matahari senja bersinar temaram menghela nafas karena lelah membakar manusia dan ambisinya. Angin menampar raga tak lagi mengalun lembut yang buat bergidik bulu roma. Bangau diganti peran oleh gagak-gagak dengan hitam kepak sayap perlahan memantau matanya. Senja tetaplah senja, tapi langit memuram durja berganti warna menjadi jingga. Terselip bibir tipis bergerak dengan harap penuh doa.
Continue Reading...

Followers

Follow The Author