Sabtu, 07 Juli 2012

Surat Untuk Ayah

Share it Please


Teruntai salam hormat beriring salam kesejahteraan yang Ananda haturkan.
Semoga selalu berada dalam naungan kasih Tuhan yang Mahamelindungi.
Dan Ananda samprkan sepucuk guratan kehidupan yang akan Ananda ceritakan, untuk Ayahandaku.

Sebelum aku banyak berkeluh kesah, sebelum Ayahanda semakin geram dengan lakuku. Ananda ingin menyakan kabar ibunda. Baik-baikah ia di sana? Bagaimana dengan si Bungsu, sudah sejauh mana racauannya? Dan, apakah engkau masih gigih berharap tentang aku ini? Ayahandaku, Ananda baik-baik saja di sini, di negeri perantauan yang kejam ini. Tak perlu Ayahanda pikirkan tentang sisi dunia ini. Ananda hanya minta agar selalu didoakan agar tak tergerus kejamnya hedonis, tak terkoyaknya iman karena fantasi semu, tak terjerembab dalam dunia maksiat.

Sesekali memang Ananda hanyut, namun sekuat daya pula Ananda berusaha bangun sadar. Sesekali Ananda tenggelam, dan sekuat tenanga pula Ananda coba untuk melawan arus hidup. Di perantauan ini Ananda belajar kehidupan, tentang air keruh yang tak jelas manis atau asinnya. Jalanan memang keras, titiannya ternyata bertabur kerikil dan onak yang tersebar dan sengaja disebar. Seperti cepatnya kereta yang mengancam nurani, seperti lambatnya bus kota yang mengancam waktu, sepeti angkuhnya gedung tinggi yang mendenguskan kesombangan dalam jiwa.


Ah, Ayah, maaf bila aku terlalu banyak mengeluh, terlalu mudah meneteskan air mata. Jemariku tak sekasar jemarimu yang ikhlas bekerja demi keluraga. Pakaianku tak selusuh pakaianmu yang dengan jerihmu engaku menafkahinya. Mukaku tak begitu berdebu tak seperti air mukamu yang semakin payah untuk keluarga tercinta.

Betapa hinanya Ananda. Ayah, tak terbayang bila anakmu yang berengsek ini tanpa dukunganmu. Terlalu rapuh untuk bisa melakukan semuanya, meskipun memang itu pasti terjadi. Aku tahu harap Ayahanda padaku sangatlah besar, sampai terlalu besarnya terkadang tak dapat tersampaikannya dalam bahasa lisan, namun dengan sorot tajamnya mata dan air muka. Ah, Tuhan. Maafkan hamba yang semakin lama semakin menjadi begundal ini. Maafkan Ananada yang semakin tak tahu diri dn tak tahu diuntung, yang semakin hari semakin berengsek saja kelakuannya.

Maaf Ananda mengeluh lagi, dan untuk kesekian kalinya Ananda meminta maaf dan berkata maaf. Akan Ananda titi semua harap hidup yang kau mau. Sekuat sedaya upaya dengan semua kekurangan Ananda, dengan iringan doa Ayah dan Ibunda, takdir Tuhan akan goreskan scenario indah untuk anakmu ini.

Belum memang hamba menjadi penjaga firmanNya, belum memang hamba terbujur kaku di jalanNya. Harap itu bukan sekedar harap, bukankan itu yang Ayahanda ajarkan padaku? Karena harap adalah doa. Dan doa Ayah dan Bundaku yang kuatkan hatiku.

Terlalu banyak yang ingin Ananda sampaikan, bila sempat nanti bersua, kuceritakan tentang diriku semua. Semoga Ayahanda tetap berkenan mengakui Ananda sebagai anakmu. Walau tekadang memang terlalu kelakar berengseknya.

Salam untuk si Bungsu dan adik-adikku. Ayahanda adalah Ayah terbaik untuk segalaku, dan idolaku dari yang lainnya. Peluk cium pula untuk Ibunda.

Dari Anankmu—yang selalu mengaharap doa orangtuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author