Malam itu aku terbangun di tengah
malam, aku coba membuka tas sekolah dan kubuka buku sosiologiku. Belum sempat aku membacanya, aku
sudah tertidur lelap. Sampai akhirnya aku bangun di pagi hari yang cerah.
Di pagi itu, aku langsung melakukan interaksi
sosial dengan keluargaku, pagi itu aku mengobrol dengan adikku, dengan adanya
kontak sosial secara langsung dan membicarakan tentang sekolahnya. Kadang kami
melakukan sesuatu yang asosiatif sepeti membersihkan rumah bersama-sama, bahkan
terkadang aku harus mengalah terhadap perilaku adik-adikku.
Walau sering kami bersaing untuk
memperebutkan sesuatu yang berujung konflik atau pertikaian diantara kami.Bahkan
kami pun saling melakukan tindakan kontravensi, seperti memfitnah, provokasi
atau intimidasi. walaupun demikian, aku sebagai kakak selalu memberikan sugesti
kepada mereka, bahkan mereka sering meniru perilakuku, baik secara imitasi
maupun identifikasi yang perilaku mereka sama persis denganku.
Saat mereka mengalami kesulitan, aku selau
bersimpati kepada mereka dengan memberikan motivasi atau dorongan kepada mereka.
Saat mereka sedih, kadang aku merasakan juga kesadihannya atau merasa empati.
Pagi itu akau berangkat kesekolah pagi-pagi
sekali, dengan niat untuk belajar sosiologi di sekolah, karena semalam aku tak
sempat belajar karena tertidur nyenyak. Aku berjalan melewati rumah tetanggaku
yang berjejer rapih, namun setiap keluarga memiliki pandangan yang berebeda-beda
tentang perilaku yang baik dan benar. Karena nilai sosial adalah sesuatu yang dianggap
benar di masyarakat dan setiap nilai berbeda-beda, namun kami semua berpegang
pada norma yang sama. Karena norma sosial adalah petunjuk hidup yang berisi
larangan dan perintah agar terwujudnya suatu nilai.
Aku jadi teringat dengan temanku si Budi
yang diejek teman-temanku karena kentut sembarangan yang melanggar norma cara
(usage), dan kulihat amir sahabatku sedang mencium tangan orang tuanya saat
pergi dan telah menjadi norma kebiasaan (folkways).
Akhirnya aku sampai di depan gang, dan berniat untuk menunggu
angkot. Aku lihat
teman kecilku dulu, sekarang tidak bersekolah lagi. Sekarang ia memilih untuk
menjadi anak punk. Enatah karena sosialisasi yang tidak sempurna yang diberikan
oleh orang tuanya, atau karena sub-kebudayaan yang menyimpang karena
pergaulan dengan teman-temannya.
Waktu kami masih kecil, kami sering
menirukan (playstage) menjadi seorang polisi dan penjahat. Namun mengapa
sekarang ia benar-bendar menjadi penjahat? Entah karena keluarga, sekolahnya dulu,
kelompok pergaulannya, atau karena media massa. Setelah mulai dewasa, jalan
kami ternyata berbeda, peranan lain yang dipilihnya sekarang
Sekarang aku menyebrang jalan dan bersiap
naik angkot, di dalam angkot..aku masih teringat dengan teman kecilku itu. Soni
namanya, entah mengapa ia memilih jalan itu. Karena yang kutahu, bila seseorang
berperilaku menyimpang itu karena lingkunan pergaulan, kemiskinan, prestis,
labelling, gangguan jiwa atau pengaruh dari media massa. Yang kutahu, dulu ia
adalah anak yang baik, mungkin karena sosialisasi tidak sempurna yang
menyebabkannya.
Sejenak kucoba melupakan soni sang
preman kampong, angkot berjalan lambat dan sesekali berhenti mengangkut
penumpang. Kemudian
naiklah seorang bapak paruh baya yang duduk disampingku. dengan rileks ia duduk
sambil membaca koran. Sempat aku mengintip untuk membaca beberapa berita, aku lihat headline berita pagi itu. Seseorang yang punya kelainan seksual dan
memutilasi korbannya, terlalu banyak berita kriminal yang kubaca, dari mulai
kasus vokalis yang memakai narkoba, pencurian, kejahatan kerah putih yang
dilakukan kooperatif, serta tindakan asusila yang marak di mana-mana.
Aku sempat berpikir sejenak mengapa mereka
melakukan hal-hal tersebut, dalam benakku “ahh..mungkin ini karena pengendalian
sosial yang kurang efektif dan belum dijalankan sepenuhnya..” Karena yang
kutahu, pengendalian siosial itu berguna agar masyarakat mematuhi norma-norma
yang ada, baik dengan kesadaran sendiri atau mungkin dengan paksaan.
Aku ingat ketika ibuku selalu berpesan kepadaku
agar tidak membolos sekolah (preventif), namun karena aku tetap membolos uang
jajanku kini berkurang (represif), itu adalah sifat pengendalian sosial. Banyak
cara yang dilakukan dalam pengendalian sosial, di antaranya adalah dengan pakasaan. Contohnya adalah seperti maling yang
dihakimi masa agar ia jera, atau dengan cara persuasif, yaitu bimbingan serta
ajakan, seperti penyuluhan narkoba kepada masyarakat atau dalam keadaan
terpaksa kita harus mengikuti aturan (compulsion). Seperti peraturan disekolah dan
yang sering terjadi adalah dengan cara prevasion, seperti ibuku yang selalu
menasihatiku setiap waktu dan berulang-ulang. Banyak lembaga yang dapat
melakukan pengendalian sosial, seperti pengadilan, polisi, sekolah, bahkan
kelurga kita sendiri..
Tak terasa kini aku sudah sampai
di terminal, aku lekas turun dan membayar dengan uang bergambar patimura. Aku berjalan perlahan, karena kutahu hari
masih sangat pagi. Aku berjalan melewati para pedagang pasar yang ada di sana, ada
pedagang buah, sayur, ikan, dan sangat banyak untukku sebutkan, itulah
perbedaan (diferensiasi) secara profesi.
Di antara orang yang hilir mudik,
aku melihat oang yang berkulit putih, berambut keriting, dan berhidung mancung atau pesek,itulah deferensiasi berdasarkan
ras. Di antara
pedagang, kulihat ada yang memakai kopiah..oh, dia orang muslim, dan kulihat
ada yang berkalung salib..oh..dia seorang kristiani..menurutku, itulah
diferensiasi menurut agama. Pedagang yang bersuku batak itu bersuara keras,
orang jawa di sebelahnya tampak lebih gemulai dan itulah diferensiasi menurut
daerah asal. Bisa juga menurut suku bangsa atau etnis.
Setelah aku cukup lama berjalan di terminal,
aku berhenti menunggu angkot yang akan mengantarku ke sekolah. Saat aku
menunggu angkot, aku melihat seorang pengumpul barang bekas, alu disusul oleh
seorang pemuda perlente yang berdandan rapi. Sangat kontras sekali pemandangan
waktu itu. Seseorang dapat terlihat berbeda secara stratifikasi sosialnya, karena
pemuda itu lebih kaya dari pemulung tadi, karena pemuda tadi ternyata lebih
mempunyai kekuasaan atau pemuda itu adalah keturunan dari orang kaya sehingga
hidupnya lebih baik dari si pemulung, dan mungkin karena tingkat pendidikan
mereka yang jauh berbeda.
Tapi aku yakin, Si Pemulung tadi dapat melakukan
mobilitas vertikal naik, karena masyarakat kita memakai pola stratifikasi
terbuka, karena kita tak memakai pola tertutup yang dipakai di india yang
disebabkan oleh kasta yang mereka anut.
Karena terlalu lama aku menunggu dan angkot
tak kunjung tiba, aku berniat untuk membeli permen di sebuah toko klontong. saat
aku membeli permen, aku lihat anak pemilik toko itu pergi ke sekolah. Iseng aku
bertanya ia bersekolah di mana, dan kata bapak itu, anaknya sekolah di sekolah
favorit di bogor. Ia ingin anaknya lebih sukses darinya, bapak itu berharap kelak anaknya kan menjadi seorang politisi
yang membela rakyat, begitulah mobilitas naik dan antargenerasi yang kulihat.
Aku jadi ingat dengan tetanggaku Mas Narto,
meski ayahnya dokter, ia hanya menjadi supir angkot padahal temanya yang seangkatan
bisa menjadi direktur. Itulah contoh mobilitas vertikar
turun dan contoh mobilitas intragenerasi.
Banyak cara atau saluran dalam
mobilitas, seperti seorang abri yang kulihat kemarin sore, seorang
politikus, pak ustadz yang berceramah kemarin malam. Sampai Si Surti yang tiba-tiba kaya karena kawin dengan
pengusa.
Angkot berhenti di depanku, Aku bergegas naik agar cepat
sampai di sekolah dengan harapan masih sempat untuk membuka-buka buku sosiologi yang masih belum
sempat kubaca. Perlahan
namun pasti, angkot berjalan menyusuri aspal hitam. Sang sopir menyapa sopir
lain yang lewat dari arah berlawanan, aku tak mengerti dengan bahasa apa ia
berkomunikasi. Setelah ku lihat sticker yang ada di mobil bertuliskan boru
siampudan, barulah aku sadar kalo ia adalah orang medan/batak.Memang masyarakat yang hidup di perantauan memang hidup
berkelompok.
Masih pagi, namun lalu lintas sudah macet.
Di seberang jalan kulihat banyak anak sekolah yang sedang duduk (nongkrong-red)
berjejer rapih memanjang. Mereka adalah kelompok sekolah, yang sangat membenci
kelompok sekolah lain. Inilah yang terjadi di masyarakat majemuk, ada kelompok
in-group yang membenci kelompok yang lain atau kelompok gemeinschaft yang
bersifat kekal dan diikat oleh hubungan batin, sampai gesselschaft yang hanya
karena kepentingan sementara.
Aku berpikir, semua itu terjadi karena
perubahan sosial yang terjadi. Karena teman SMP-ku dulu, sekarang berubah
karena pengaruh teman STM-nya. Semua bisa terjadi karena difusi atau penyebaran
unsur-uns kebudayaan baik yang bersifat pemaksaan atau secara damai. Bahkan
biasanya banyak masyarakat yang melakukan akulturasi, seperti temanku orang
tionghoa, ia masih melakukan kebudayaannya. Atau seperti muslim kejawen yang
melakukan sisitem asimilasi, dan masyarakat pendatang biasanya
melakukan akomodasi atau penerimaan kebudayaan dari luar.
Kehidupan sekarang dengan
kehidupan masa orde baru jelas sangat berbeda, sekarang semua serba bebas, tapi entah mengapa kebebasan itu
kelewatan batas, bahkan para orang tua tak khawatir perawannya pulang malam dan sangat khawatir bila ayam
kampung mereka belum pulang kandang. Sebuah
paradoks kehidupan yang sangat nyata di pelupuk mata. Mungkin semua itu terjadi
karena perubahan sosial yang terjadi. Dari perubahan yang berjalan lambat (evolusi)
sampai yang berlangsung cepat (revolusi) yang berawal biasanya dari sebuah
konflik.
Banyak perubahan yang tak direncanakan, biasanya
perubahan yang tidak kita inginkan, seperti bencana alam dan kemiskinan dan biasanya
bersifar regres atau mundur. bila yang direncanakan seperti pembangunan ekonomi
dan sebagainya, dan bersifat progres atau maju. Namun banyak juga perubahan
yang berorientasi kepada hal-hal yang negatif . Sebab-sebab eksternal perubahan
karena adanya peperangan, kondisi alam, dan masuknya kebudayaan baru. Sementara
faktor internalnya adalah karena jumlah penduduk, revolusi, konflik, dan
penemuan baru.
Aku kaget karena terlalu banyak
melamun dan ternyata aku telah sampai di tempat tujuan. Aku lekas turun dan memberikan dua
lembar kertas bergambar patimura yang gagah dengan goloknya. Kulihat jam di hapeku, ternyata sudah
siang. Aku bergegas dan naik ojek langganan. Motor melaju kencang, kontras
sekali dengan angkot yang kutumpangi yang gemulai seperti keong sawah.
akhirnya aku sampai di gerbang dengan
selamat, kuberikan melati berbentuk logam yang ku bungkus dengan sang patimura
yang masih saja terlihat gagah dengan goloknya kepada tukang ojek. Inilah
sekolahku, lembaga sosial yang memberikan ilmu kepadaku. Lembaga sosial itu
bermacam-macam, ada lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi,
lembaga politik, dan lembaga keagamaan. Secara universal, fungsi
lembaga-lembaga itu sama, yaitu memenuhi kebutuhan manusia..
Sadar atau tidak, kita sangat bergantung
pada lembaga yang ada, di kelurga kita mendapatkan perhatian, kasih sayang selain untuk
reproduksi tentunya (J). Lembaga yang lain pun sangat
penting, salah satunya adalah lembaga agama. karena disitulah kita kan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki.
Ternyata guru telah masuk kelas,.”aaahhh”, aku
tak sempat membaca buku sosiologi, padahal besok akan ada tryout. Sebelumnya
aku belajar matematika di jam pertama yang membuat otakku serasa di blender.
Setelah itu pelajaran sosiologi, ternyata gurunya tidak masuk, kami hanya di
beri tugas.
Aahhh..membosankan sekali, tugasnya adalah
merangkum bab penelitian sosial..kata guruku di bab ini akan keluar di UN 4-5
soal. Karena memang aku malas untuk menulis rangkuman yang terlalu panjang, akhirnya
hanya ini yang sempat kutulis di buku :
·
Rancangan penelitian adalah
pokok2 perencanaan seluruh penelitian yang tertuang dalam suatu naskah secara
ringkas, jelas dan utuh.
·
Manfaat rancangan penelitian; untuk memberikan pegangan dalam
meneliti, menentukan batas2 penelitian, memberikan tahapan dan kesulitan2 dalam
penelitian.
·
Isi rancangan penelitian ; latar belakang, rumusan maslah,
tinjauan kepustakaan, hipotesa, dan metode penelitian..
·
Syarat-syarat topik: terjangkau oleh peneliti, penting dan menarik untuk
diteliti, memiliki kegunaan praktis dan teoritis, di dukung data dan dana yang
cukup..
·
Teknik-teknik sample: sampel acak(random),
stratifikasi, rumpun/kelompok (cluster), purposif dan insidensial, serta bola
salju..
·
Berdasrkan cara memperoleh data di bedakan : data primer=kita
nyari sendiri, sekunder=dapet dari orang lain..
·
Berdasarkan sifat : kuantitatif= angka dan tabel atau grafik,
kualitatif= deskripsi..
·
Teknik-teknik pngumpulan data ; observasi, wawancara, angket/kuesioner, dan
tes..
Karena sudah terlalu malas, aku
mengakhiri merangkumku dengan membaca hamdalah..Alhamduliillah.. J
Semoga berguna bagi yang membaca
dan gak usah belajar lagi..
(ditulis oleh Mujahiddi Al Faruqul Adzim sebelum UN tahun 2010, kini Alhamdulillah peulis sedag berkuliah di Uiversitas Indonesia, FIB, Program Studi Indoesia / Sastra Indoesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar