Pernahkah kita merasa sebagai manusia paling beruntung di dunia, di tengah
segala masalah yang menghantam nurani silih berganti. Dengan rejeki dan karunia
yang di berikan oleh Allah secara cuma-cuma meski penghambaan diri pada Rabbi
masih jauh dari konsisiten diri. Ingatkah dahlulu kita masih belum begitu
mengenal apa itu Islam, meskipun terlahir sebagai seorang muslim dari keluarga
muslim. Sampai saat ada titik balik di mana fajar mulai menyingsing dari
gulitanya malam yang begitu asing.
Perlahan kita ‘terjerumus’ ke dalam sebuah taman indah yang disebut sebagai
ukhuwah. Di mana kita mengerti apa yang disebut dengan ta’aruf, takaful,
ta’awun, sampai titik itsar yang tertinggi. Kemudian bagaimana kata dakwah yang
selama ini masih begitu arkais mulai begitu populer dan menjadi sebuah prinsip
dalam hidup. Dahulu yang menyimpan Quran di lemari suram , kini membawa selalu
tanpa perlu meminjam.
Mungkin di tingkat menengah kita belum merasakan kompleksnya sebuah ramuan
keikhlasan, tsiqoh, kalut, ujian, senyum riang saat berjalan pada titian
dakwah. Sampai Allah memberikan sebuah nikmat untuk mencicipinya pada jalan
ini.
***
Pada suatu masa, tak inginkah kita berbagi tentang apa yang kita rasakan
sekarang. Kepada orang yang kita kenal, kepada orang yang kita sayangi, kepada
orang yang selalu menghargai?
Ibarat bila kita sedang membeli sebungkus rujak di depan gang, apakah kita
ingin memakannya sendirian, bukankah lebih nikmat bila menimatinya bersama?
Bersama mencicipi manis, pahit, asam, dan pedasnya rujak kehidupan. Dan
seterusnya kita akan terus merasa ketagihan karena kita meyakini jalan yang
kita titi adalah sebuah jalan yang di ridhai ilahi.
Maka tak inginkah kita membagi kebahagian itu?
Tak inginkah engkau menularkan sebuah wabah kebahagian ukhuwah islamiyah
kepada yang lain?
Sampai pada suatu masa, kita selayaknya tak hanya menunggu untuk selalu mendapatkan kebahagiaan amalan dakwah dan tarbiyah. Kita bisa berbuat, menjadi subjek dan ambil bagian dalam andil besar perubahan zaman. Membentuk peradaban di mana dijunjungnya Islam sebagai pegangan. Tak inginkah kita terlibat di dalamnya?
Sampai pada suatu masa engkau, aku, kita semua dapat cicipi segarnya telaga
kautsar. Disapa ramah oleh malaikat ridwan, atau bahkan sampai bertemu sang
Rasul dan sang Khalik pencipta di surganya. Bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar