Rabu, 26 Oktober 2011

Sebuah Bahtera

Share it Please

Lincoln pernah berkata, “Jika aku diberi waktu seharian untuk memotong—menebang—sebuah pohon, maka akan aku habiskan setengah hari untuk mengsah kapaknya”
Mungkin redaksinya tak persis sama, namun setidaknya kita bisa ambil maknanya—meski tak benar semua. Perencanaan itu penting, rencana itu sebuah mimpi, tujuan, serta pedoman. Yaa..setidaknya agar tak terapung tak berdaya.
Karena kita sedang menyelam, bukan tenggelam! Karena kita sedang mengarus, bukan terhanyut! Tuhan—karena kita bukan kaum sekularis, menjadi sangat penting kedudukan dan posisinya. Ahh, mudah bagiNya, Jadi..maka, Jadilah.. (sederhana)

Kini kita membicarakan bahtera, aku yang menjadi nakhkoda dan ia yang akan menjadi Sang Pengelola bahtera itu. Tak perlulah dulu kita terlampau jauh memikirkan deru ombak atau kerasnya laju angin, cukup yang sederhana dalam benar kita. “Bagaimana kita merancang bahtera itu?” itulah teka-teki yang mungkin cukup rumit untuk dijabarkan logika. Bagaimana bisa berlayar, bila tak tahu kan berlayar dengan apa. Karena seorang pengembara—pelaut, takkan dikatakan seorang pengembara bila tak punya bahtera. Yaa..setidaknya itulah yang diakui oleh norma dan agama.
Sepertinya kita harus mengumpulkan kayu-kayu terbaik dahulu, kemudian membelahnya, memotongnya serta mengukurnya. Tapi tunggu, ah, ya, kita harus lebih dahulu memikirkan dan memvisualisasikan seperti apa nantinya bahtera kita—maaf kayu, bukan aku menduakanmu. Kemudian barulah kita cari bahan baku.
Sebesar apa nanti bahtera kita, seelok apa ia, semewah apakah ia, dan sekuat apakah ia, itu tergantung pengalaman serta pengetahuan dan bekal kita dalam membuat bahtera itu. Mungkin pngetahuan dan penaglaman tentang jenis kayu yang baik bisa membantu, atau karena kita tahu paku jenis apa yang kuat sehingga bahtera dapat kokoh sempurna.
Singkatnya, kita telah mendapatkan kayu terbaik—dapat dengan cara yang baik tentunya, kemudian mulailah kita bentuk kayu itu sesuai dengan kebutuhan. Perekat, tali, perkakas, paku, dan sebagainya menjadi sesuatu mutlak diperlukan. Kau pun takkan mampu membuat bahteramu seorang diri, mungkin tetanggamu membantu, atau orang yang sadar dan tak sadar serta nyata dan tak nyata membantu kita menyelesaikannya. Mungkin pula orang yang membantumu malah kelak yang akan ikut serta mendampingimu mengembara laut samudera. Dan kita perlu sadar, ada kekuatan Tuhan diasa—sekali lagi, karena kita buka kaum sekularis.
Kita memang tak sabar untuk menyaksikan sunset, mungkin tak juga sabar melihat gemulainya paus yang menyembul, atau riangnya lumba-lumba berenang di sisimu. Namun kita harus ingat, buatlah dulu bahteramu, baru kita akan dapat mengembara dan melihat itu semua. Saking tak sabarnya, kadang ada yang nekat berenang ke tengah untuk mengembara, awalnya memang mengasyikan, namun cepat pula kau bosan dan….mungkin tenggelam atau termakan hiu—tragis.
Singkatnya—ah, kau memang selalu ingin terburu-buru, bahtera telah dapat kita buat. Deknya sudah bagus, jangkar, layar, serta kebutuhan lain untuk mengembara sudah siap untuk berangkat. Apa daya kau masih sendirian, kau perlu orang untuk mengelola bahteramu. Kadang tak terduga, kadang pula sudah terencana, kadang malah gagal nestapa dengan pendamping Sang Pengelola bahtera—kau butuhkannya.
Bahtera kau punya, pengelola bahtera pun kau punya yang juga jadi pelayan, pendamping, vice, atau apalah itu namanya. Perlengkapan sudah siap sedia, namun sudahkah kau mempunyai peta, sudahkah kau punya bala tentara, takkah kau khawatir dengan pnyamun dan pembajak yang dapat porak porandakan bahteramu, atau bahkan ‘mencuri’ Sang Pengelola bahteramu??
Baiklah, kusarankan padamu jika takut dengan air, maka buatlah bahteramu itu anti tenggelam, atau setidaknya kau sediakan skoci atau pelampung.
Hampir lupa, jangan samai tak ada rencana tentang berapa ABK—anak buah kapal—yang aka nada di bahtera kita 
Mari segera kita pikirkan, akan seperti apakah bahtera kita nanti, ke mana arah angin yang kita tuju, sudah siapkah segala keperluan dan perlengkapan untuk nantinya, akan mengadapi INDAH, BADAI, HANGAT, DINGIN, CEKAM, TAWA, RINTIH samudera kehidupan!
Ini awal dari sebuah bahteraku. Bila dapat dimetaforakan mungkin ini sebagai sketsa bahtera yang masih dalam benak pikiran—abstrak. J

Tentang Bahtera
Aku msih sibuk mengumpulkan kayu
Memilah, mengukirnya, serta memolesnya
Aku masih sibuk menggambar sketsa
Penuh guratan, coretan, dan harapan
Aku masih sibuk menyiapkan
Sebuah bahtera indah yang tahan tantangan
Kita menuju tempat yang di dalamya terdapat sungai-sungai yang mengalir
Namun kita perlu melewati samudera dahulu
Jangan terhempas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author